Dulu kita mengenal bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai. Dunia pun mengakui akan hal itu. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah, peduli serta cinta damai. Namun masih pantaskah sekarang bangsa ini menyandang predikat sebagai bangsa yang santun, ramah, peduli serta cinta damai seperti dahulu kala?
Tentu jika
mau jujur harus kita akui bersama kini bangsa ini tidak pantas lagi menyandang
sebutan sebagai bangsa yang santun, ramah, peduli, serta cinta damai. Maaf saja
sebelumnya, namun itulah kenyataan yang ada. Jika mau sejenak merenung, kini
bangsa Indonesia seolah semakin kehilangan jatidirinya. Salah satu yang menjadi
cirri khas jatidiri bangsa Indonesia adalah cinta damai. Namun kenyataannya
akhir-akhir decade ini penulis mengamati budaya cinta damai itu semakin
menghilang seiring berjalannya waktu.
Maka dari
itulah dalam tulisan ini penulis akan memfokuskan terkait masalah perdamaian.
Perlu kita ketahui bersama, masalah perdamaian kini tidak saja menjadi masalah
urgen bagi bangsa Indonesia. Namun masalah perdamaian merupakan sebuah salah
satu dari lima isu global yang berkembang sekarang ini.
Seperti yang
diungkapkan seorang dosen bernama (ibu) Ariefa Efianingrum, M.Si bahwa sekarang
ini ada lima pokok isu global yang sedang berkembang. Yaitu terkait pollution
(polusi), masalah kemiskinan, peaceful (masalah perdamaian), population
(masalah populasi penduduk), dan terkait masalah konflik sosial.
Sedangkan
menurut (bapak) Arif Rochman, M.Si yang juga seorang dosen mengungkapkan ada
satu lagi yaitu terkait masalah crime (kejahatan, kriminalitas). Beberapa hal
itu merupakan isu global yang sedang berkembang sekarang ini. Dalam tulisan ini
saya hanya akan sedikit mengulas dan memberikan analisis sederhana terkait isu
peaceful (perdamaian). Sebab menurut penulis masalah perdamaian saat ini
menjadi hal yang sangat urgen sekali. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia, namun
juga bagi seluruh warga dunia ini.
Merasakan
kehidupan yang aman, tentram, dan damai merupakan hak asasi setiap manusia. Dan
ini tidak bisa diganggu-gugat ataupun ditawar-tawar lagi. Sekaya apapun
seseorang atau semaju apapun sebuah Negara pasti tidak mau hidup dalam kondisi
konflik atau peperangan. Menurut penulis kodrat kita sebagai manusia yang
dianugerahi rasa kasih sayang dan nurani oleh Tuhan mendorong kita untuk terus
mencintai perdamaian. Ketika ada seseorang ataupun Negara yang lebih suka
menyerukan peperangan, mungkin saja hati nuraninya telah mati.
Sebab semua
yang hati nuraninya masih berfungsi tentu akan memilih perdamaian. Bukankah
perdamaian itu tidak sulit dan lebih memberikan harapan? Mengapa harus kita
persulit? Sebenarnya tidak sesulit yang kita bayangkan, andai saja semua orang
dan seluruh Negara di dunia ini mau bersama-sama “saling bergandengan tangan”
dan berkomitmen untuk terus menyerukan dan mewujudkan perdamaian dunia.
Munurut
penulis sudah saatnya kini kita hapuskan paradigma bahwa mewujudkan sebuah perdamaian
itu sulit. Paradigma bahwa mewujudkan perdamaian itu sulit hanya akan terus
membelenggu fikiran kita dan menjadi batu sandungan yang menjegal segala upaya
perdamaian itu sendiri. Penulis terkadang merasa miris, mengapa begitu mudahnya
kita serukan konflik dan peperangan? Sementara itu begitu sulit hanya untuk
sebuah perdamaian yang mana demi kehidupan bangsa juga seluruh Negara yang
lebih baik. Ini tentu menjadi PR untuk bangsa Indonesia khususnya dan seluruh
Negara di dunia yang masih bernurani tentunya. Kita bersama harus yakin bahwa
suatu saat nanti perdamaian dunia akan benar-benar terwuudkan. Tentu yakin saja
tidak cukup dan tidak akan pernah mengubah keadaan.
Menurut
penulis harus ada upaya-upaya nyata yang kita lakukan bersama Negara-negara di
seluruh penjuru dunia. Selama ini memang sering ada upaya-upaya diplomasi dan
pertemuan antar Negara guna menciptakan perdamaian dunia. Pada akhirnya yang
dihasilkan seperti biasa yaitu butir-butir kesepakatan atau semacam perjanjian
bersama yang selama ini belum banyak mampu merubah keadaan.
Mengapa
penulis melihat belum banyak adanya perubahan yang dihasilkan dari
pertemuan-pertemuan atau perjanjian-perjanjian terkait perdamaian yang
dilakukan berbagai Negara selama ini? Kita lihat saja sebagai contoh konflik
antara Israel dan Palestina yang tak kunjung usai hingga kini. Atau yang lebih
sederhana lagi betapa masih marak terjadi konflik SARA pada akhir-akhir ini.
Terus
bagaimana solusinya? Ada beberapa solusi atau upaya versi Cipto Wardoyo yang
harus dilakukan demi mewujudkan perdamaian dunia, antara lain:
Melalui
Pendekatan Cultural (Budaya)
Menurut
penulis untuk mewujudkan perdamaian kita harus mengetahui budaya tiap-tiap
masyarakat ataupun sebuah Negara. Jika tidak akan percuma saja segala upaya
kita. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat atau sebuah Negara maka
kita bisa memahami karakteristik dari masyarakat atau Negara tersebut.
Atas dasar
budaya dan karakteristik masyarakat atau suatu Negara, kita bisa mengambil
langkah-langkah yang tepat dan efektif dalam mewujudkan perdamaian disana.
Menurut penuulis pendekatan budaya ini merupakan cara yang paling efektif dalam
mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia serta dunia.
Melalui
Pendekatan Sosial dan Ekonomi
Dalam hal
ini pendekatan sosial dan ekonomi yang penulis maksudkan terkait masalah
kesejahteraan dan factor-factor sosial di masyarakat yang turut berpengaruh
terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia. Ketika masyarakatnya kurang
sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di dalamnya. Masyarakat
atau Negara yang kurang sejahtera biasanya akan “cuek” atas isu dan seruan
perdamaian.
“Boro-boro
mikirin perdamaian dunia, buat makan untuk hidup sehari-hari saja susahnya
minta ampun”, begitu fikir mereka yang kurang sejahtera. Maka untuk mendukung
upaya perwujudan perdamaian dunia yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah
meningkatkan pemerataan kesejahteraan seluruh masyarakat dan Negara di dunia
ini.
Melalui
Pendekatan Politik
Menurut
analisis penulis, melalui pendekatan budaya dan sosial ekonomi saja belum cukup
efektif untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perlu adanya campur tangan politik,
dalam artian ada agenda politik yang menekankan dan menyerukan terwujudnya
perdamaian dunia. Terlebih lagi bagi Negara-negara maju dan adidaya yang
memiliki power atau pengaruh dimata dunia. Negara-negara maju pada saat-saat
tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk “melakukan sedikit penekanan”
pada Negara-negara yang saling berkonflik agar bersedia berdamai kembali.
Bukan justru
membuat situasi semakin panas, dengan niatan agar persenjataan mereka terus
dibeli. Ini tentu sekali lagi butuh kesadaran dan komitmen bersama. Yang jadi
pertanyaan dibenak penulis terhadap Negara-negara adidaya, katanya cinta damai
tapi mengapa terus berlomba-lomba membuat senjata perang yang super canggih dan
mematikan yang bersifat masal ?!.
Melalui
Pendekatan Religius (Agama)
Pada
hakikatnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan adanya
perdamaian. Sebab saya kira tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan,
kekerasan ataupun peperangan. Semua Negara mengajarkan kebaikan, yang
diantaranaya kepedulian dan perdamaian.
Maka dari
itu setiap kita yang mengaku beragama dan ber-Tuhan tentu harus memiliki
kepedulian dalam turut serta mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun di
kancah dunia. Para tokoh agama yang dianggap memiliki charisma dan pengaruh
besar di masyarakat harus ikut serta aktif menyerukan perdamaian.
Sumber : http://www.kompasiana.com/cipto-wardoyo/mewujudkan-perdamaian-dunia_55003893813311fb16fa74b0
0 komentar:
Posting Komentar